Kamis, 28 Juni 2012

Abstraksi Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan



Gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya. Perwujudan suatu sistem memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari penyelenggaraan Negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat.  

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007  tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pemerintah Kota Cirebon berkewajiban dan bertanggungjawab menyelenggarakan urusan administrasi kependudukan sesuai dengan kewenangannya. Bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh pendudukan daerah Kota Cirebon perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi Kependudukan.

Administrasi Kependudukan menjadi semakin penting karena selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia. Diantaranya adalah saat Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, Pemilu Kepala Daerah, mengurus surat-surat kendaraan, mengurus surat-surat tanah dan lain sebagainya. Apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Maka untuk mewujudkan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kota Cirebon yang lebih berkualitas, yang menjamin hak-hak warga negara, dipandang perlu untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Oleh karena itu, sebagai bahan kajian baik secara teori maupun empiris, dengan ini kami sampaikan Laporan Terkahir terhadap Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Cirebon Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Senin, 05 Desember 2011

ABSTRAKSI NA RAPERDA DANA CADANGAN PEMILUKADA KOTA CIREBON TAHUN 2013


Demokrasi adalah pilihan dari sistem ketatanegaraan kita ketika Founding Father bersepakat bahwa bentuk negara kita adalah negara berbentuk Republik, Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Tujuan Naskah akademis ini adalah sebagai acuan untuk merumuskan pokok pokok pikiran yang akan menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Dana Cadangan Pemerintah Kota Cirebon untuk Pemilu Kada Tahun 2013.
Konsep Dasar Dana Cadangan Pemerintah Kota Cirebon untuk Pemilu Kada adalah memaksimalkan bantuan pendanaan Pemilu Kada tahun 2013 dengan prinsip efektif, efisien dan bertanggungjawab secara bertahap guna menghindari anggaran belanja yang besar dengan seketika yang akan mengganggu keseimbangan belanja APBD Kota Cirebon.
Konsep Dasar Dana Cadangan Pemerintah Kota Cirebon selalu diarahkan pada pencapaian tujuan Pemilu Kada. Rencana Penyusunan Peraturan Daerah Dana Cadangan Pemerintah Kota Cirebon untuk Pemilu Kada ini akan mengikat seluruh pelaksana Pemilu Kada.
Dengan telah diberlakukannya aturan-aturan baru yang lebih khusus tentang pelaksanaan Pemilu Kada dan sebagai dampak dari perubahan kondisi social ekonomi masyarakat ada dua hal yang yang mendasari perlunya perubahan terhadap Peraturan Daerah tentang Dana Cadangan Kota Cirebon, yaitu :
a.       Perlunya diadakan perubahan terkait dengan perubahan kebutuhan biaya karena inflasi, penyesuaian harga pengadaan barang dan jasa dan pertambahan jumlah pemilih selama 5 ( lima ) tahun terakhir.
b.      Perlunya evaluasi bantuan pendanaan kepada lembaga kepolisian terkait dengan tupoksi Kepolisian RI sesuai dengan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang kepolisian. Kepolisian bukan merupakan lembaga pelaksana Pemilu Kada.

Selasa, 09 Agustus 2011

DEFINISI KEBIJAKAN PUBLIK & ANALISANYA


Oleh : Jauhari Achmad, SEI

A. Definisi Kebijakan Publik

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).

B. Analisa Kebijakan Publik

William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1): The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:

1. Analisis kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
2. Analisis kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.
3. Analisis kebijakan yang terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.
Wassalam…..!!!

Minggu, 24 Juli 2011

KATA PENGANTAR DIREKTUR LKKP


Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah  mengubah sistem Pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi  (Otonomi  Daerah).  Perubahan  tersebut  merupakan  implementasi  dari  Pasal  18 Ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara  republik  indonesia  tahun  1945  yang mengamanatkan  bahwa  : “Pemerintah  daerah  provinsi,  daerah  kabupaten,  dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan” .

Daerah  memiliki  kewenangan  membuat  kebijakan  daerah  untuk  mengatur urusan  pemerintahannya  sendiri.  kewenangan  daerah  mencakup  seluruh kewenangan  dalam  bidang  pemerintahan,  kecuali  bidang  politik  luar  negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama  yang diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah.  secara  spesifik  urusan  wajib  yang  menjadi  kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 yang telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan  antara  Pemerintah,  Pemerintah  Daerah  Provinsi,  dan  Pemerintah kabupaten/kota.  Dalam  rangka  penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat  Daerah.

Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam  Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat Peraturan Perundang-undangan. terkait  dengan  Peraturan  Perundang-undangan  maka  acuan  yang  harus digunakan adalah Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tersebut mengatur jenis Peraturan meliputi :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota;
c. Peraturan  Desa/peraturan  yang  setingkat,  dibuat  oleh  Badan  Perwakilan  Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
Berbagai  Peraturan  Daerah  telah  ditetapkan oleh  Pemerintah  Daerah  untuk menyelenggarakan  otonomi  daerah  dan  menjabarkan  lebih  lanjut  peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Seiring dengan semangat otonomi daerah terjadi peningkatan pembentukan Peraturan  Daerah  Provinsi  dan Kabupaten/Kota.  Namun  Peraturan  Daerah  yang dibentuk tersebut masih menimbulkan banyak permasalahan sehingga dibatalkan.

Peraturan Daerah yang dibatalkan pada umumnya karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan  yang lebih  tinggi terutama  yang terkait dengan pengembangan investasi daerah atau menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi kegiatan perekonomian.

Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia Tahun  1945  menentukan agar  pemberian  otonomi  luas  kepada  daerah  diarahkan  untuk  mempercepat terwujudnya kesejahteraan  masyarakat melalui peningkatan pelayanan ( service ), pemberdayaan ( empowerment ), dan peran serta masyarakat ( participation ) dalam pembangunan nasional di seluruh wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya melalui otonomi  luas,  daerah  diharapkan  mampu  meningkatkan  daya  saing  dengan memperhatikan prinsip   demokrasi   Pancasila,   pemerataan,   keistimewaan,   dan kekhususan,  serta  potensi,  karakteristik/kondisi  khusus,  dan  keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk  kepentingan  itu  semua  tidak  terlepas  adanya  dukungan  peraturan perundang-undangan  di tingkat  daerah  yang  disusun  secara jelas,  berdayaguna dan  berhasil  guna  dengan  tetap  memperhatikan  parameter  atau  rambu-rambu  penyusunan  Peraturan  Daerah  yang  bernuansa  Hak  Asasi  Manusia, kesetaraan Jender, Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dan Pembangunan  yang berkelanjutan.

Berkenaan dengan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No 10/2004) menegaskan, pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Artinya, perencanaan merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Bahkan dalam masa transisi demokrasi, kehadiran Naskah Akademik menjadi semakin penting, dimana NA merupakan upaya untuk menjelaskan secara lebih 


terbuka kepada seluruh stake-holders tentang signifikansi kehadiran sebuah peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,  Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LKKP) bermaksud melakukan kerjasama dalam Menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daearah  guna membantu  dan  memfasilitasi  pembentuk peraturan  perundang-undangan  dalam  merancang  peraturan  perundang-undangan di tingkat daerah.

Selain  itu, kerjasama ini  diharapkan  dapat  meningkatkan kompetensi  pembentuk  dan  kualitas peraturan perundang-undangan  di  tingkat daerah  sehingga  dapat  dihasilkan  peraturan  perundang-undangan  yang  sesuai dengan  ketentuan  dalam  Undang-Undang  Nomor  10  tahun  2004  tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua,  Amin…!

Wassalammu’alaikum Warrahmatullahi  Wabarakatuh.

LEMBAGA KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK
( L K K P )



CICIP AWALUDIN, S.H.
DIREKTUR