Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah sistem Pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi (Otonomi Daerah). Perubahan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara republik indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan” .
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. secara spesifik urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 yang telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat Peraturan Perundang-undangan. terkait dengan Peraturan Perundang-undangan maka acuan yang harus digunakan adalah Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tersebut mengatur jenis Peraturan meliputi :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota;
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
Berbagai Peraturan Daerah telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan menjabarkan lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Seiring dengan semangat otonomi daerah terjadi peningkatan pembentukan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun Peraturan Daerah yang dibentuk tersebut masih menimbulkan banyak permasalahan sehingga dibatalkan.
Peraturan Daerah yang dibatalkan pada umumnya karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi terutama yang terkait dengan pengembangan investasi daerah atau menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi kegiatan perekonomian.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan agar pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan ( service ), pemberdayaan ( empowerment ), dan peran serta masyarakat ( participation ) dalam pembangunan nasional di seluruh wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi Pancasila, pemerataan, keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi, karakteristik/kondisi khusus, dan keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk kepentingan itu semua tidak terlepas adanya dukungan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang disusun secara jelas, berdayaguna dan berhasil guna dengan tetap memperhatikan parameter atau rambu-rambu penyusunan Peraturan Daerah yang bernuansa Hak Asasi Manusia, kesetaraan Jender, Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dan Pembangunan yang berkelanjutan.
Berkenaan dengan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No 10/2004) menegaskan, pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Artinya, perencanaan merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Bahkan dalam masa transisi demokrasi, kehadiran Naskah Akademik menjadi semakin penting, dimana NA merupakan upaya untuk menjelaskan secara lebih
terbuka kepada seluruh stake-holders tentang signifikansi kehadiran sebuah peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LKKP) bermaksud melakukan kerjasama dalam Menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daearah guna membantu dan memfasilitasi pembentuk peraturan perundang-undangan dalam merancang peraturan perundang-undangan di tingkat daerah.
Selain itu, kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pembentuk dan kualitas peraturan perundang-undangan di tingkat daerah sehingga dapat dihasilkan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, Amin…!
Wassalammu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
LEMBAGA KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK
( L K K P )
CICIP AWALUDIN, S.H.
DIREKTUR